Jakarta - Pembangunan
pertanian saat ini hasilnya dinilai berjalan on the right track. Hal ini sesuai
roadmap kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani.
Hal tersebut diungkapkan Kasubag Data Sosial Ekonomi
pada Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian (Kementan) Ana
Astrid dalam keterangan tertulis dari Kementan, Selasa (11/7/2017). Ana
menanggapi pernyataan Development of Economics and Finance (INDEF) tentang
evaluasi kebijakan pangan di masa pemerintahan Jokowi-JK.
Ana mengatakan INDEF sangat tidak objektif dalam
pernyataannya. INDEF juga tidak mengungkapkan secara gamblang Rating Food
Sustainability Index (FSI) pada aspek sustainable agriculture yang merupakan
tupoksi utama Kementan.
Rating FSI untuk aspek sustainable agriculture, Indonesia berada di rangking 16 (skor 53,87) setelah Argentina serta berada di atas China, Ethiopia, Amerika Serikat, Nigeria, Arab Saudi, Afrika Selatan, Mesir, Uni Emirat Arab, dan India.
"Intinya hasil riset ini menunjukkan Indonesia berada di atas Amerika Serikat," kata Ana.
Selanjutnya Ana menyampaikan riset GFSI berbeda dengan FSI. Dia meminta masyarakat membaca hati-hati kalimat pada rilis di media. Kementan tidak mencampur adukan antara GFSI dan FSI. Pada Juni 2016 peringkat GFSI Indonesia berada pada peringkat 71 dari 133 negara dengan skor 50,6 atau naik 2,7 poin.
"Hal yang perlu dicatat yakni peningkatan skor 2,7 ini merupakan peningkatan tertinggi di seluruh dunia," ungkap Ana.
Rating FSI untuk aspek sustainable agriculture, Indonesia berada di rangking 16 (skor 53,87) setelah Argentina serta berada di atas China, Ethiopia, Amerika Serikat, Nigeria, Arab Saudi, Afrika Selatan, Mesir, Uni Emirat Arab, dan India.
"Intinya hasil riset ini menunjukkan Indonesia berada di atas Amerika Serikat," kata Ana.
Selanjutnya Ana menyampaikan riset GFSI berbeda dengan FSI. Dia meminta masyarakat membaca hati-hati kalimat pada rilis di media. Kementan tidak mencampur adukan antara GFSI dan FSI. Pada Juni 2016 peringkat GFSI Indonesia berada pada peringkat 71 dari 133 negara dengan skor 50,6 atau naik 2,7 poin.
"Hal yang perlu dicatat yakni peningkatan skor 2,7 ini merupakan peningkatan tertinggi di seluruh dunia," ungkap Ana.
Terkait program Pajale, tidak benar bila disebutkan
anggaran yang tinggi belum optimal. Kenaikan anggaran empat komponen
peningkatan produksi dan produktivitas Rp 15 triliun dari 2014-2017 telah
digunakan untuk membangun infrastruktur yang dampaknya baru kelihatan beberapa
tahun ke depan, dan sebagian berupa benih, pupuk dan lainnya telah berdampak
langsung pada peningkatan produksi pangan.
Buktinya produksi padi 2014-2016 naik 8,3 juta ton GKG
atau 11,7 persen. Peningkatan produksi padi ini senilai Rp 38,2 triliun.
Produksi jagung naik 4,2 juta ton atau 21,9 persen,
peningkatan produksi jagung ini setara Rp 13,2 triliun. Bukti produksi naik itu
juga bisa dilihat dari naiknya angka sejak 2014-2016, PDB pertanian harga
konstan 2016 Rp 1.209 triliun tumbuh 3,25% (yoy) dan pada triwulan-I 2017
tumbuh 7,12% (yoy).
Satu bukti lagi kedaulatan pajale on the right track
yakni sejak 2016 tidak ada impor beras medium, tidak impor cabai segar dan
bawang merah konsumsi. Pada 2017 tidak ada impor jagung pakan ternak.
Analisis INDEF sangat dangkal menganalisis data impor
dan tidak cross check dari berbagai sumber. INDEF salah menafsirkan data impor
beras. Untuk diketahui sejak 2016 hingga sekarang tidak ada impor beras medium.
Sejak 2016 hingga sekarang Kementan tidak menerbitkan rekomendasi impor beras
medium dan Kemendag tidak menerbitkan izin impor beras medium.
Beras medium yang masuk Indonesia pada awal 2016 818
ribu ton merupakan luncuran dari kontrak impor Bulog 2015. Selanjutnya impor
beras Januari-Mei 2017 yakni 94 ribu ton itu bukan impor beras medium, tetapi
beras pecah 100%, tepung beras dan gabah untuk benih.
Pada 2016 impor jagung turun 62 persen dan 2017 hingga
saat ini tidak ada impor jagung untuk pakan ternak. Silakan berpendapat berbeda
terhadap capaian stabilisasi harga pangan. Yang jelas pada saat Ramadan dan
Lebaran 2017 ini harga pangan stabil.
Hasil survei.
Bukan saja stabil, bahkan data BPS menunjukkan pada
Maret 2017 terjadi deflasi kelompok bahan makanan -0,66 persen dan April
sebesar -1,13 persen. Hal yang sama juga terjadi deflasi kelompok bahan makanan
di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur.
Terkait kesejahteraan petani menurun, INDEF terlalu
sederhana menganalisis data kesejahteraan petani. Hanya Nilai Tukar Petani
(NTP) 2016 mencapai 101,65 meningkat 0,06% dibandingkan NTP 2015 yang sebesar
101,59 dan Nilai Tukar Usaha Petanian (NTUP) rata-rata nasional 2016 juga
berada di posisi tertinggi dalam 3 tahun terakhir.
Pada 2016 NTUP mencapai 109,8693 atau naik 2,3%
dibandingkan 2015. Penduduk miskin di pedesaan September 2016 yakni 17,28 juta
jiwa turun dari September 2015 yakni 17,89 juta jiwa. Gini rasio semakin
membaik yakni September 2016 yakni 0,316, turun dibandingkan September 2015
yakni 0,329.
Terkait ketimpangan dan kepemilikan lahan analisis, ketimpangan
lahan di Indonesia dengan membandingkan data 1973 dengan 2013 tidak relevan
mengevaluasi kedaulatan pangan era Jokowi-JK. Semestinya membandingkan data
sebelum dan pada saat era Jokowi-JK 2015-2017.
Terkait hasil survei tingkat kepuasan petani,
"Survei kepuasan petani itu kan yang melakukan Indef sendiri. Pada survei
sudah ditentukan metodologi, jumlah dan kriteria sampel respondennya. Ya itu
hasilnya 76,8% responden puas atas program/bantuan Kementan. Sisanya 23,2%
responden menyatakan tidak puas dan sangat tidak puas.
"Jadi 76,8% responden puas, bukan 76,8% petani
se-Indonesia puas," ungkap Ana.
Akhirnya, untuk itu mari kita bersama sama dengan jujur dan bertanggungjawab memikirkan kepentingan bangsa dan NKRI jangan karena kepentingan tertentu dan terselubung malah mengorbankan tujuan kita bersama. Memang dengan kebijakan pertanian saat ini banyak mafia pangan merugi atau bahkan tidak bergerak. Satgas Pangan Polri dan KPPU melaporkan ada 212 kasus terkait pangan yang dibungkam.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi IV DPR, Herman Khaeron, di Jakarta, Selasa (4/7/2017) telah menyampaikan pandangannya tentang kinerja Kementan.
"Keberhasilan pembangunan sektor pertanian ini tidak terlepas dari upaya panjang menuju kedaulatan, kemandirian, ketahanan, dan keamanan pangan dari kinerja pemerintahan sebelumnya yang tidak terputus dilanjutkan oleh pemerintahan saat ini," ujar Herman.
Akhirnya, untuk itu mari kita bersama sama dengan jujur dan bertanggungjawab memikirkan kepentingan bangsa dan NKRI jangan karena kepentingan tertentu dan terselubung malah mengorbankan tujuan kita bersama. Memang dengan kebijakan pertanian saat ini banyak mafia pangan merugi atau bahkan tidak bergerak. Satgas Pangan Polri dan KPPU melaporkan ada 212 kasus terkait pangan yang dibungkam.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi IV DPR, Herman Khaeron, di Jakarta, Selasa (4/7/2017) telah menyampaikan pandangannya tentang kinerja Kementan.
"Keberhasilan pembangunan sektor pertanian ini tidak terlepas dari upaya panjang menuju kedaulatan, kemandirian, ketahanan, dan keamanan pangan dari kinerja pemerintahan sebelumnya yang tidak terputus dilanjutkan oleh pemerintahan saat ini," ujar Herman.
Kesuksesan itu, lanjut Herman, pun tak lepas dari
kerja sama dari seluruh instansi terkait, baik di pemerintahan, DPR, pemerintah
daerah (pemda), serta petani.
Pada kesempatan terpisah, Ketua Umum Kontak Tani
Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir, berpendapat capaian signifikan tersebut
membuktikan perkembangan sektor pertanian di Indonesia selaras dengan program
pemerintah. Riset EIU itu pun menjadi argumen tak terbantahkan untuk
pihak-pihak yang selama ini mengkritisi kinerja pemerintah di sektor agraria
dan pangan.
"Bagi yang masih meragukan sudah terjawab.
Semuanya sudah sangat transparan sekali, bahwa pertanian kita mengalami
kemajuan yang signifikan dibanding tahun sebelumnya," kata Winarno.
Sumber : Detik dot com
Penetapan : Kementan Indonesia 2017
No comments:
Post a Comment